Senin, 03 September 2012

MENGUAK MISTERI DENYUTAN PADA LUKISAN BUNG KARNO DI BLITAR


Bulan Juni seolah menjadi bulannya Bung Karno. Sang Proklamator ini lahir pada 6 Juni 1901 dan wafat pada 21 Juni 1970. Pada bulan Juni pula beliau mencetuskan lahirnya Pancasila yang dijadikan Dasar Negara ini.
Membicarakan Bung Karno, tentu saja, tidak ada habisnya. Maklumlah, kehidupan sosok kharismatik ini memiliki banyak cerita yang tidak akan pernah kering ditulis oleh siapapun. Selalu ada cerita yang bisa dituliskan. Baik tulisan baru, maupun sekadar mengunyah ulang tulisan lama.
Pada 16 Mei 2011 lalu, saya berziarah ke makam beliau di Blitar, Jawa Timur. Tetapi saya tidak hendak menuliskan sosok Bung Karno semasa hidup. Melainkan menceritakan sekilas seputar lukisan Bung Karno yang berdenyut tepat di bagian jantungnya.



Makam Bung Karno terletak di Jalan Slamet Riyadi, Kelurahan Bendongerit, Kecamatan Sanan Wetan, Blitar.
Pada 2004,  telah berdiri gedung perpustakaan dan museum yang menjadi satu kompleks dengan makam Bung Karno tersebut. Perpustakaan dan museum ini diresmikan Presiden RI Megawati Soekarno Putri pada 3 Juli 2004.
Tujuan berdirinya perpustakaan itu agar supaya ide, gagasan dan pemikiran Bung Karno dapat  dipahami masyarakat, khususnya kalangan generasi muda.
Bagaimanapun, Bung Karno adalah tokoh besar negeri ini yang patut diketahui generasi sekarang dan masa depan. Baik itu menyangkut pemikiran, ideologi maupun aktifitasnya selama hidup.
Lukisan Bung Karno Berdenyut
Perpustakaan dan Museum Bung Karno yang masih berada dalam kompleks makam menyimpan beragam koleksi foto dan peninggalan Bung Karno. Perpustakaan dan Museum ini sangat bermanfaat dalam menambah khazanah pengetahuan kita seputar Bung Karno.
Diantara koleksi museum terdapat sebuah lukisan Bung Karno berukuran 150 cm x 175 cm. Lukisan karya IB Said ini dibuat pada 2001 dan dihibahkan sendiri oleh sang pelukis ke museum.
Lukisan ini terkesan biasa-biasa saja. Sosok Bung Karno yang berada dalam lukisan itu pun sudah sering kita lihat dalam bentuk fotografi.
Tetapi ada sesuatu yang aneh dengan lukisan ini. Tampak jelas, tepat pada bagian jantung lukisan Bung Karno ini bergerak atau berdenyut dengan sendirinya. Seolah-olah, Bung Karno masih hidup.
Tentu saja muncul kehebohan sejak keberadaan lukisan yang satu ini. Tetapi benarkah ini suatu keanehan?
Pak Waskito, salah seorang sekuriti yang bertugas di sana, mengaku mendapat pengalaman unik berkaitan dengan lukisan berdenyut itu.
“Suatu malam, saya kedatangan beberapa orang yang mengaku paranormal,” katanya mengisahkan.
“Mereka datang sekitar pukul sebelas malam dan minta diantarkan melihat lukisan tersebut,” lanjutnya.
Lebih jauh dikatakan, beberapa saat setelah sejumlah paranormal itu berdiri di depan lukisan, salah seorang diantaranya membaca doa tertentu. Sementara yang lainnya hanya diam mendengarkan.
Usai membaca doa, paranormal yang membaca doa tadi mengayunkan lengan kanannya seolah hendak menangkap sesuatu. Setelah menggerakkan tangannya dengan kepalan tangan tergenggam, dia membalikkan tubuhnya menghampiri Pak Waskito.
“Dia lalu menyodorkan telapak tangannya sambil memberikan dua buah benda berwarna putih. Dia bilang benda itu adalah taring macan,” katanya seraya tersenyum.
Pak Waskito menerima saja benda yang dikatakannya taring macan itu. Hingga kini, taring macan itu masih disimpannya.
Saya sempat diperlihatkan taring macan itu dan mengambil gambarnya.
Pendapat berbeda dikemukakan seorang sekuriti lainnya. Dia mengungkapkan bahwa dirinya pernah berbincang-bincang dengan sang pelukis, IB Said.
Menurutnya, sang pelukis itu pun merasa heran dengan hasil lukisannya yang menghebohkan. Dia tidak mengira, karya lukisnya menimbulkan efek getar atau denyutan, persis di bagian jantung.
“Sang pelukis malah menduga bahwa ukuran kanvas lukisan dan tebal tipisnya cat yang menyebabkan adanya efek getar tersebut,” katanya.
Dalam amatan saya, memang tidak ada sesuatu yang terkesan mistis dengan denyutan pada lukisan Bung Karno. Meski tidak dapat menjelaskannya, tetapi saya yakin itu hanya suatu kebetulan saja.
Tentu saja terkesan naïf, jika kita lebih tertarik kepada lukisan berdenyut ini daripada isi perpustakaan yang jelas-jelas bernilai pengetahuan tinggi.
Sayangnya, saya tidak dapat mengambil gambar foto lukisan tersebut, semata menghormati adanya aturan dilarang memotret di dalam perpustakaan dan museum.
Sejak lama, saya memang tidak pernah menilai tokoh-tokoh besar negeri ini dari sisi kegaiban yang dimiliki. Saya lebih percaya dengan kualitas Kecerdasan Otak dan Kecerdasan Spiritual dibandingkan sekadar benda-benda yang dianggap memiliki tuah atau pamor tertentu.
Ambil contoh, tongkat Bung Karno diyakini banyak orang memiliki kekeramatan yang berkualitas tinggi dalam derajat kepemimpinan. Padahal, tanpa tongkat itupun Bung Karno tetaplah seorang yang memiliki kualitas intelektual dan spiritual yang mumpuni.
Hendaknya kita memang tidak menjadikan benda-benda pusaka, benda bertuah atau semacamnya, sebagai bagian dari upaya meningkatkan kualitas hidup kita.
Percayalah kepada diri sendiri dengan meningkatkan kualitas Kecerdasan Otak dan Kecerdasan Spiritual.
Kita dapat belajar dua hal ini dari sosok Paduka Yang Mulia Panglima Besar Revolusi, Bung Karno.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar